Sayyid Akhmad Khan dan Muhammad Iqbal; Biografi dan Pemikirannya
I
PENDAHULUAN
- A. Latar belakang
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern merupakan alternative menuju umat Islam yang selama ini diperdebatkan di kalangan ulama Klasik yang kurang setuju dengan ide pembaharuan dalam Islam. Periode Modern (1800 M dan seterusnya) merupakan zaman kebangkitan umat islam.
Salah satu pengaruh modernitas hasil interaksi dunia Islam dengan dunia Barat adalah munculnya ide komunalisme, yang selanjutnya melahirkan sebuah Negara tersendiri bagi sebuah komunitas-komunitas masyarakat Islam di anak benua India, yang kelak bernama Pakistan.
Jika sebelumnya India mempunyai kaum revivalis seperti Shah Waliyullah, maka pada masa kebangkitan, India memiliki Sayyid Ahmad Khan dengan gerakan Aligarh yang dipimpinnya, yang kemudian ide komunalnya direalisasikan oleh penerusnya yaitu Muhammad Iqbal.
- B. RUMUSAN MASALAH
- Siapakah Sayyid Ahmad Khan dan Muhammad Iqba?
- Apa saja pemikiran yang ditorehkannya bagi pembaharuan Islam?
- C. TUJUAN
II
PEMBAHASAN
- 1. Sayyid Ahmad Khan
- Riwayat Hidup
Ia memperoleh pendidikan agama secara tradisional, dan juga mempelajari bahasa Persia dan Arab, Matematika, mekanika,sejarah,dan ilmu-ilmu lain. Pada tahun 1838, Ahmad Khan bekerja pada Serikat India. Ia bekerja sebagai hakim di Fatehpur dan kemudian pindah ke Bignaur. Tetapi pada tahun 1846 ia pulang kembali ke Deihi untuk meneruskan studi (A.Syaukani,2001;70).[1]
Dengan beberapa pembaharuan sebelumnya yang menentang penjajahan, Ahmad Khan lebih bersifat kooperatif dengan kolonial Inggris. Ia berupaya mendamaikan umat Islam dengan penjajahan Inggris agar tidak saling curiga. Terhadap penjajahan Inggris Ahmad Khan berusaha menjelaskan bahwa umat Islam tidak berperan aktif dalam peristiwa 1857 itu. Untuk itu, dalam rangka membela umat Islam. Ahmad Khan kemudian menulis dua buah buku yang berjudul Tarikhi Sarkhasi Baijnaur (1858) yang berisi kronolgis pemberontakan, dan Asbab. Baghawat-i-Hind (Sebab-sebab Revolusi India) yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul The Causes of The Indian Revolt. Ahmad Khan juga menyebarkan pamplet-pamflet yang berisi hal-hal yang menjelaskan sebab-sebab pemberontakan tahun 1857, antara lain: (Nasotion,2001; 159):
- Intervensi Inggris dalam masalah keagamaan, seperti pembentukan sekolah-sekolah missi Kristen, penghapusan pendidikan agama di perguruan tinggi dan sebagainya.
- Inggris tidak mengikutsertakan orang India,baik Hindu maupun Islam dalam lembaga-lembaga perwakilan rakyat, sehingga rakyat tidak paham dengan tujuan dan niat Inggris sebenarnya, dan sebaliknya, Inggris tidak tahu keluhan dan masalah-masalah masyarakat India.
- Pemerintah Inggris tidak berusaha untuk mengikat tali persahabatan dengan rakyat India, hal ini berakibat tidak harmonisnya hubungan Inggris dengan rakyat India.[2]
Menurut pemikiran Sayyid Ahmad Khan kemajuan ummat Islam bkan cara memusuhi Inggris dan bekerja sama dengan Hindu, tetapi harus dekat dengan orang-orang Inggris, karena kemajuan Islam tidak terlepas dari penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Sedangkan ilmu pengetahuan dan teknologi modern lebih banyak dihasilkan oleh orang-orang Inggris.[3]
Di tahun 1861 ia dirikan Sekolah Inggris di Muradabad. Di tahun 1876 ia minta berhenti sebagai pegawai pemerintah Inggris dan sampai akhir hayatnya di tahun 1898, ia mementingkan pendidikan umat Islam India.
Sebelumnya di tahun 1869/70 Sayyid Ahmad Khan telah berkunjung ke Inggris, antara lain untuk mempelajari sistem pendidikan Barat. Sekembalinya dari kunjungan itu ia membentuk panitia peningkatan pendidikan Umat Islam. Salah satu tujuan panitia ialah menyelidiki sebabnya umat Islam India sedikit sekali memasuki sekolah-sekolah pemerintah. Di samping itu dibentuk lagi Panitia dana Pembentukan Perguruan Tinggi Islam. Di tahun 1886 ia bentuk Muhammedan Educational Conference dalam usaha mewujudkan pendidikan nasional dan seragam untuk Islam India. Progam dari lembaga ini ialah menyebarluaskan pendidikan Barat di kalangan Umat Islam, menyelidiki pendidkan agama yang diberikan di sekolah-sekolah Inggris yang didirikan oleh golongan Islam dan menunjang pendidikan agama yang diberikan di sekolah-sekolah swasta.[4]
Perhatiannya terhadap ilmu pengetahuan, bukan hanya terbatas dalam bidang pendidikan saja, tetapi juga melalui karya tulisnya antara lain dalam Tahzib al Akhlak, telah dimasukkan ide-ide pembaharuannya, dan lewat buku itu golongan terpelajar sangat menaruh perhatian.
Penafsiran dan interpretasi yang diberikannya terhadap ajar-ajaran Islam lebih dapat diterima oleh golongan terpelajar (Islam) dibanding dari hasil penafsiran yang lama atau sebelumnya.
Pemikirannya dalam keagamaan itu antara lain:
- Perkawinan menganut asas monogami, pologami bertentangan dengan semangat Islam dan hal ini tidak akan diizinkan kecuali dalam keadaan memaksa.
- Islam dengan tegas melarang perbudakan, termasuk perbudakan dari tawanan perang, meskipun syariat memperkenankannya.
- Bank Modern, transaksi perdagangan, pinjaman serta perdagangan internasional yang meliputi ekonomi modern, meskipun semua itu mencakup pembayaran bunga, tidkalah dianggap riba, karena hal itu tidak bertentangan dengan hukum al-Qur’an.
- Hukum potong tangan yang didasarkan pada al-Qur’an dan Sunnah bagi pencuri, lemparan batu serta cambukan 100 kali bagi pezina hanya sesuai dengan masyarakat primitive yang kekurangan tempat penjara atau tidak mempunyai penjara.
- Jihad itu dilarang kecuali dalam keadaan memaksa untuk mempertahankan diri.[5]
Pada perkembangan selanjutnya college ini lebih terkenal dengan nama Aligarh Muslim Society atau Muslim University of Aligarh. Tujuannya adalah untuk mencetak tenaga pendidik yang akan menciptakan generasi baru yang dididik ala Barat maupun Timur sekaligus, berwawasan luas, berperilaku baik,dan memiliki toleransi tinggi. Tahun 1886 Ahmad Khan mendirikan Muhammedan Educational Conference yang bertujaun mewujudkan pendidikan nasional yang seragam untuk umat Islam India.
Ahmad Khan sangat berjasa dalam bidang pendidikan dan pengajaran demi kemajuan uamt Islam India. Namun dalam masalah politik praktis, Ahmad Khan membatasi geraknya. Ia bahkan tidak mau terlibat dalam pertemuan-pertemuan politik atau menggabungkan diri dengan partai politik manapun. Bahkan ketika pada tahun 1835 terbentuk Partai Kongres Nasional India, Ahmad Khan lebih memilih untuk tidak terlibat didalamnya. Ia lebih memilih menjadi real politik loyalis, yaitu sikap loyal (Kepada Inggris) berdasarkan politik sepanjang kenyataan.[6]
- Gagasan Pembaharuan Ahmad Khan
Menurut pendapat Sayyid Ahmad Khan, faktor yang menjadikan umat Islam India mengalami kemunduran adalah karena umat Islam tidak mengikuti perkembangan zaman. Peradaban Islam Klasik telah hilang dan telah timbul peradaban baru di Barat. Ilmu pengetahuan dan teknologi modern adalah hasil pemikiaran manusia. Oleh karena itu, bagi Sayyid Ahmad Khan akal memilki peran yang sangat signifikasi. Manusia juga memilki kebebasan dalam berbuat dan berkendak sesuai dengan sunnatullah. Gabungan antara kemampauan akal, kebebasan manusia berkendak dan berbuat, juga sunnatullah inilah yang sumber kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ahmad Khan memang penganut ajaran qadariyah (free will and free act) dan menyangkal paham jabariyah atau fatalism. Karena menurutnya, manusia dianugerahkan Tuhan daya, diantaranya daya berpikir, yang disebut akal, daya fisik untuk melakukan kehendaknya.[7]
Untuk menyebarkan ide-idenya ini, pada tahun 1870 Sayyid Ahmad Khan menerbitkan sebuah majalah yang benama Tahzib al-Akhalq (Penyempurna Akhlak) yang ia tulis dalam bentuk buku dan artikel-artikel, berisi tentang pentingnya perubahan sikap mental. Ia menginginkan sikap mental untuk percaya kepada kekuatan akal, kebebasan manusia dan percaya pada adanya hokum alam.
Adapun pembaharuan yang dilakukan Sayyid Ahmad Khan dalam bidang pendidikan ialah dengan mendirikan sekolah Inggris di Muradab pada tahun 1861. Pada tahun 1876 ia pun berhenti sebagai pegawai pemerintahan Inggris, karena ia mementingkan pendidikan umat Islam India sampai akhir hayatnya. Di tahun 1878,ia mendirikan sekolah Muhammedan Anglo Oriental College (MAOC) di Aligarh yang merupakan cita-citanya untuk memajukan umat Islam India, yang kelak bernama Muslim University of Aligarh. Juga lembaga-lembaga lainnya yang berkaitan dengan dunia pendidikan dan pengajaran.[8]
- 2. Muhammad Iqbal
- Riwayat Hidup
Muhammad Iqbal dilahirkan di Sialkot, Punjab Pakistan. Tidak ada informasi pasti tanggal dan tahun berapa ia dilahirkan. Tiga pendapat menyatakan, Iqbal dilahirkan pada 22 Februari 1873, antara lain dikemukakan oleh Miss-Luce Claudde Maitre, Osman Raliby dan Bachrum Rangkuti. Yang kedua menyatakan Iqbal dilahirkan apada 1876. Pendapat terakhir menyatakan Iqbal dilahirkan pada 9 November 1877 (2 Dzulqa’dah 1294). (Ensiklopedi Tokoh Islam,2003;256).
Iqbal sejak kecil sudah terbiasa lingkungan religius dengan suasana keilmuan yang kental. Kakeknya, Rafi adalah tokoh sufi terkenal. Sementara ayahnya seorang yang shaleh yang mendorong Iqbal untuk dapat menghafal al-Qur’an. Kecenderungan spiritual dalam keluarga yang kelak sangat mempengaruhi pemikirannya.
Sebelum menempuh pendidikan formal, Iqbal menjalankan penedidikannya di surau, di tempat inilah kelak menjadi landasan di sekolah dasar Scottish Mission School Sialkot. Setelah tamat dari sekolah ini ia melanjutkan study di Murray College di Lahore. Di tempat inilah ia berguru pada Sir Thomas Arnold, seorang orientalis asal Inggris yang juga guru besar di Allgarh University.
Pada 1905 Iqbal berangkat ke Cambridge University Inggris untuk mendalami filsafat. Dua tahun kemudian ia pindah ke Munich, Jerman dan disanalah ia mendapat gelar Ph.D.dalam studi tasawuf dengan mengajukan disertai berjudul The Development of Metaphysics in Persia (Perkembangan Metafisik di Persia). Setelah meraih gelar itu ia bertandang ke London mendalami bidang advokat sambil mengajar Bahasa dan Sastra Arab di University London.[9]
Di tahun 1908 ia kembali ke Lahore, disamping sebagai pengacara ia menjadi dosen filsafat. Kemudian ia memasuki dalam bidang politik. Pada tahun 1930 ia terpilih menjadi presiden Liga Muslim dan dalam Perundingan Meja Bundar ia dua kali mengambil bagian. Ia juga pernah menghadiri Konferensi Islam di Yerussalem.
Muhammad Iqbal adalah seorang penyair dan seorang filosof, tetapi pemikirannya mengenai kemunduran dan kemajuan Islam mempunyai pengaruh pada gerakan pembaharuan dalam Islam.
Menurutnya sama dengan pemikiran yang lain, bahwa kemunduran umat Islam itu disebabkan kebekuan dalam pemikiran. Hukum dalam Islam telah sampai kepada keadaan statis. Sebab lain menurut Iqbal karena adanya pengaruh zuhud yang terdapat dalam ajaran tasawuf. Namun sebab utama adalah karena hancurnya Bagdad sebagai pusat kemajuan Islam di pertengahan abab ketigabelas.
Menurut Iqbal, sebenarnya hukum Islam itu tidak bersifat statis, tetapi dapat berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Pintu ijtihad tidak pernah tertutup, Islam sebenarnya mengajarkan dinamisme. Islam menolak konsep lama yang mengatakan bahwa alam ini bersifat statis.
Paham dinamisme Islam yang membuat Iqbal mempunyai kedudukan penting dalam pembaharuan di India. Dalam syair-syairnya ia mendorong ummat Islam supaya bergerak dan jangan tinggal diam. Iqbal berseru kepada ummat Islam, bangun dan ciptakanlah sesuatu yang baru.
Iqbal salah seorang pelopor pendirinya Negara Pakistan, sebagaimana ditegaskannya dalam Rapat Tahunan Liga Muslim di tahun 1930: “Saya ingin melihat Punjab, Daerah Perbatasan Utara, Sindi dan Balukhistan, bergabung menjadi satu Negara”. Dan di sinilah diumumkan secara resmi ide dan tujuan membentuk Negara tersendiri Pakistan.[10]
Pengaruh Iqbal dalam pembaharuan India ialah menimbulkan paham dinamisme di kalangan umat Islam dan menunjukkan jalan yang harus mereka tempuh masa depan agar sebagai umat minoritas di anak benua itu mereka dapat hidup bebas dari tekanan-tekanan luar.[11]
Karirnya semakin memuncak ketika pemerintah Inggris memberikannya gelar Sir atas usulan wartawan yang concern menggeluti pemikiran Iqbal. Pemberian ini menunjukan pengakuan Inggris akan kemampuan intelektualitas Iqbal dan memperkuat bargaining position politik bagi perjuangan umat Islam India saat itu (Syekh Abdul Vahid,tt;5).[12]
- Gagasan Pembaruan: Tentang Barat dan Timur
Bagi Barat, penalaran (akal) merupakan instrument kehidupan, bagi Timur alam semesta terletak dalam cinta. (Isyaq). Dengan bantuan cinta akal akan berkenalan dengan realitas, sedamgkan cinta akan menerima kekuatan dari akal sebagai penguatan fondasinya. Bila cinta dan akal berpadu, akan terciptalah sebuah dunia baru. Iqbal berkata: “bangkitlah dan bangunlah sebuah dunia baru itu, dengan mengawinkan cinta dan penalaran”.
Iqbal memiliki semangat nasionalisme dan gigih melawan kolonialisme dan inperialisme yang telah memecah persaudaraan universal. Hal ini terlihat dalam surat yang disampaikan DR. Nicholson terhadap Ernest Renan yang menyatakan bahwa penjajahan adalah musuh besar Islam (Timur). Pernyataan itu adalah gagasan tentang ras, al-Qur’an sendiri mengabaikan perbedaan-perbedaan kecil antara sesama.
- Kajian Islam Menurut Iqbal
Bagi Iqbal, agar hukum itu sesuai dengan konteksnya,maka ijtihad adalah solusi yang tepat. Pendekatan yang disuarakan Iqbal adalah kontekstual dan sosio-historis, bukan taglid kepada produk klasik. Sama hanya dengan gerak social yang mengalami perubahan, yang berarti pintu ijtihad harus tetap terbuka. Dengan ijtihad dan menjauhi fatalisme inilah, manusia akan senantiasa dinamis. Dan inilah yang dikendaki al-Qur’an, al-Qur’an selalu mengajak manusia untuk berfikir, menggunakan akalnya terhadap seluruh tanda-tanda alam.[13]
- Iqbal dan Nasionalisme Islam
III
PENUTUP
Kesimpulan
Demikianlah, gagasan dan pemikiran dua tokoh, muslim India, Ahmad Khan dan Muhammad Iqbal. Keduanya adalah inspirator bagi terbentuknya Negara Islam yang terpisah dariumat Hindu India, yaitu Pakistan. Semula mereka bersikap kooperatif terhadap penjajahan colonial Inggris, namun gagasan komunalisme yang mereka unsung pada akhirnya menyulut rasa nasionalisme muslim India untuk menentukan nasibnya sendiri dan keluar dari baying-bayang umat Hindu India.
Sir Ahmad Khan adalah orang yang mampu menggugah kesadaran umat Islam India akan pentingnya pendidikan. Karena baginya, selama masih dalam kebodohan, umat Islam tidak akan mungkin bisa menentukan hak-hak hidup dan kemerdekaannya sendiri. Untuk itulah, sepak terjangnya banyak difokuskan pada masalah pendidikan dan memilih menjauhi politik praktis.
Sementara itu, Sir Muhammad Iqbal adalah sosok pribadi muslim yang menggabarkan hasil produk dua warisan, yaitu aspek India dan aspek Islam sekaligus. Iqbal juga adalah seorang penyair dan filosof yang tidak hanya disegani kalangan muslim saja, tapi juga kalangan Hindu dan Inggris. Ia yang semula pengajur kesatuan persatuan umat Islam dan Hindu di bawah satu Negara India. Sebagaimana pendahuluanya, Ahmad Khan, Muhammad Iqbal pada akhirnya mengeluarkan ide komunaisme, bahwa umat Islam tidak mungkin bisa bersatu dengan umat Hindu di bawah satu atap Negara. Ide dan pemikiran keduanya inilah yang kelak menjadi dasar pijakan bagi generasi setelahnya dengan berdirinya Negara Islam Pakistan pada tahun 1947.
DAFTAR PUSTAKA
Fattah. Wibisono, Pemikiran Para Lokomotif Pembaharuan di Dunia Islam, Jakarta: Rabbani Press, 2009.
Yusran. Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1998.
Nasution. Harun, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta: Bulan Bintang, 2001.
[1] Dr. H.A Fatah Wibisono,MA pemikiran Para Lokomotif Pembaharuan di Dunia Islam, (Jakarta: Rabbani Press: 2009)h. 114
[2] Ibid. h.115
[3] DRS H.M. Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1998), h. 40
[4] Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan BIntang, 2001), h.162-163
[5] Drs. H.M. Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1998), h. 41-42
[6] Dr. H.A. Fattah Wibisono, Pemikiran Para Lokomotif Pembaharuan di Dunia Islam, (Jakarta: Rabbani Press, 2009), h. 116-117
[7] Ibid, h. 117-118
[8] Ibid, h. 119
[9] Ibid, h. 121-122
[10] Drs. H.M.Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1998), h. 47
[11] Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, Sejarah Pemikiran Dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 2001), h. 180
[12] Dr. H.A. Fattah Wibisono,MA Pemikiran Para Lokomotif Pembaharuan di Dunia Islam, (Jakarta: Rabbani Press, 2009), h. 122
[13] Ibid, h.122-124
[14] Ibid, h. 125-126


0 komentar:
Posting Komentar