Jumat, 19 September 2014

Definisi Kecerdasan Emosional

                  Untuk memahami kecerdasan emosional secara komprehensif, terlebih dahulu memaparkan makna dari emosi itu sendiri.  Hal ini dimaksudkan agar pijakan awal dalam membahas kecerdasan emosional tidak mengambang. Dan definisi emosi itu sendiri berbicara mengenai kondisi-kondisi yang mendasari emosi. Kondisi-kondisi tersebut adalah:
  • Perasaan, misalnya perasaan takut.
  • Impulsif dan dorongan, misalnya dorongan untuk melarikan diri.
  • Persepsi atau pengamatan, tentang apa-apa yang membangkitkan emosi.
                  Ada pun para ahli yang mengemukakan tentang pendapatnya mengenai emosi, bahwa emosi merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afektif baik pada tingkat lemah atau dangkal maupun pada tingkat yang luas atau mendalam. Yang dimaksud warna afektif ini adalah perasaan tertentu yang dialami pada saat menghadapi ( menghayati ) suatu situasi tertentu. Contohya; gembira, bahagia, putus asa, terkejut, benci atau tidak senang dan sebagainya.

                  Berangkat dari kerangka dasar tentang emosi, sebuah teori yang komprehensif tentang emosi kaitannya dengan kecerdasan emosional yang dikemukakan pada tahun 1990 oleh Peter Soluvey dan John Mayer, mereka mula-mula mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan dan emosi yang baik pada diri sendiri maupun orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.

                  Selanjutnya Goleman juga mengemukakan tentang kecerdasan emosional, yaitu kemampuan seperti kemampuan memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengandalkan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar bebas dari stress, tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa.
                  Sebenarnya teori Goleman tersebut dapat disimpulkan dalam perubahan-perubahan Bahasa Arab, “Man Shobaro Dzofaro”, artinya “Barang siapa yang bersabar, ia akan sukses” peribahasa ini bisa disimpulkan bahwa orang yang sukses dalam hidupnya adalah orang yang memiliki kecerdasan emosional tinggi atau orang yang sabar. Keadaan ini menunjukan bahwa ada hubungan antara sukses dan kecerdasan. Kecedasan bias dibentuk dengan melatih kesabaran dan tekun dalam menempuh perjalanan sabar, seperti itulah seorang sufi yang menempuh perjalanan menuju Tuhan. Ia tempuh berbagai bencana tetapi ia tetap sabar, itulahmengembangkan kecerdasan emosional.

                  Demikianlah definisi kecerdasan emosional menurut beberapa pakar. Kecerdasan emosional ini memang merupakan istilah baru. Namun isi dari EQ ini adalah istilah-istilah, seperti; kesadaran diri, control diri, ketekunan, semangat, motivasi diri, empati, dan kecakapan social. Sebagai dasar-dasar dari kecerdasan emosional ini merupakan istilah lama yang pada substansinya adalah bagaimana seseoarang bisa mengenal, menguasai dan mengendalikan emosi yang ada dalam dirinya merupakan ekses dari sikap ini, seseorang dapat dewasa dalam emosi (kecerdasan emosi ).

2.2 Meningkatkan Pemahaman Tentang Kecerdasaan Siswa.
                  Meningkatnya pemahaman siswa tentang kecerdasan emosional, diharapkan mampu mempengaruhi tingkat kecerdasan emosional. Peneliti pun berupaya meningkatkan pemahaman tentang kecerdasan emosional siswa melalui pemberian layanan informasi bidang bimbingan pribadi. Peneliti memilih menggunakan layanan informasi karena layanan informasi bertujuan membekali individu dengan berbagai pengetahuan tentang lingkungan yang diperlukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi berkenaan dengan lingkungan sekitar,pendidikan, jabatan, maupun sosial budaya.
                  Sukardi (2003: 33) mengungkapkan bahwa “layanan informasi bertujuan untuk membekali individu dengan pengetahuan dan pemahaman tentang berbagai hal yang berguna untuk mengenal diri, merencanakan dan mengembangkan pola kehidupan sebagai pelajar, anggota keluarga dan masyarakat”. Sedangkan alasan menggunakan bidang bimbingan pribadi adalah karena kecerdasan emosi berkaitan dengan pribadi siswa.
                  Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zulfa (2007: 43) tentang efektivitas layanan informasi karier dalam meningkatkan perencanaan karier siswa bahwa “layanan informasi karier efektif dalam meningkatkan perencanaan karier siswa”. Begitu juga dengan penelitian Widyastuti (2006: 29) tentang meminimalkan kenakalan remaja melalui layanan informasi bimbingan sosial bahwa “layanan informasi bimbingan sosial dapat meminimalkan kenakalan remaja”.
                 
2.3  Mengembangkan Kecerdasan Emosional.

                  Mengingat pentingnya peran emosi dalam kehidupan siswa, tidaklah mengherankan kalau sebagian keyakinan tradisional tentang emosi yang telah berkembang selama ini bertahan kukuh tanpa informasi yang tepat untuk menunjang ataupun menentangnya–sebagai contoh ada keyakinan yang telah diterima secara luas bahwa sebagian orang dilahirkan dengan sifat yang lebih emosional dibanding yang lainnya. Konsekuensinya, sudah menjadi kenyataan yang diterima masyarakat bahwa tidak ada yang dapat dilakukan untuk mengubah karakteristik ini. Pada zaman dulu perbedaan emosionalitas ini dinyatakan sebagai hasil dari perbedaan keadaan jasmani, dan pendapat mutakhir mengatakan bahwa perbedaan emosionalitas merupakan akibat dari perbedaan dalam kelenjar endokrin.

                  Dari kedua pandangan awam tersebut dapat dipahami, bahwa perbedaan emosionalitas ini bersifat genetik atau (diturunkan). Nampaknya keyakinan awam tersebut tidak bisa diubah sebelum bukti ilmiah diperoleh, bahkan keyakinan telah bertahan kuat hingga mempergauli cara orang tua dan guru (para pendidik) yang mempunyai peran pengganti dalam bereaksi terhadap emosi anak.


                  Namun berkat penelitian para pakar dalam berbagai bidang, khususnya para psikologi menunjukan bahwa sebenarnya faktor genetik bukanlah satu-satunya yang mempengaruhi emosionalitas anak, terdapat faktor lainnya yang sangat dominan, bahkan menentukan emosionalitas anak, yaitu faktor lingkungan. Faktor lingkungan ini meliputi berbagai hal lainnya seperti lingkungan keluarga sebagai lingkungan yang pertama kali dapat mempengaruhi perkembangan emosionalitas anak; lingkungan sekolah; serta lingkungan masyarakat.

                  Berbagai faktor lingkungan tersebut akhirnya dapat menyebabkan adanya keberagaman emosi anak (ciri khas emosi anak), yang berbeda dengan emosi orang dewasa. Orang dewasa yang belum memahami akan ciri khas emosi anak ini cenderung menganggap anak kecil sebagai “tidak matang”. Padahal sebetulnya tidak logis jika orang dewasa menuntut agar semua anak pada usia tertentu mempunyai pola emosi yang sama. Perbedaan individu tidak dapat dielakkan karena adanya perbedaan dalam berbagai hal, diantaranya adalah pematangan dan kesempatan belajar.

                  Dari kedua faktor tersebut kesempatan belajar merupakan faktor yang lebih penting. Karena belajar merupakan sesuatu yang positif dan sekaligus merupakan tindakan preventif. Maksudnya adalah bahwa apabila reaksi emosional yang tidak diinginkan dipelajari, kemudian membaur kedalam pola emosi anak, akan semakin sulit mengubahnya dengan bertambah usia anak, bahkan reaksi emosional tersebut akan tertanam kukuh pada masa dewasa dan untuk mengubahnya diperlukan bantuan ahli.

                  Sebagai akibat dari kedua faktor tersebut, maka dapat dipahami bahwa emosi anak seringkali sangat berbeda dari orang dewasa.. Namun terlepas dari adanya perbedaan individu dan faktor-faktornya, ciri khas emosi anak membuatnya berbeda dari emosi orang dewasa diantaranya yang menjadi ciri khas (pola umum) emosi anak adalah emosi takut dan marah. Inilah yang menjadi faktor fundamental dari emosi.
                   Sebagai faktor lain dari kecerdasan emosi adalah peran orang tua. Apabila seseoarng menjadi orang tua, maka terjadilah suatu keganjilan yang patut disesali, dimana mereka akan mulai memainkan suatu peran tertentu, dan lupa bahwa sesungguhnya mereka adalah pribadi manusia. Kini sebagai orang tua mereka memiliki tanggung jawab untuk menjadi lebih baik daripada sekedar sebagai manusia. Beban tanggung jawab yang berat ini merupakan tantangan bagi orang tua di mana mereka merasa bahwa mereka harus selalu bersikap konsisten dalam perasaan-perasaan mereka, harus selalu menyanyangi anak-anak, harus menerima dan bersikap toleran tanpa syarat, dan yang terpenting adalah tidak boleh membuat kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya.

                  Selain peran orang tua, guru sebagai pihak lain yang ikut terlibat dalam memupuk kecerdasan emosi anak memiliki peranan penting. Bahkan sering kali didapatkan, anak lebih manurut pada perintah gurunya dari pada perintah orang tuanya. Hal tersebut sah-sah saja, karena memang guru memiliki banyak peranannya tidak sebagai pengajar, tapi juga sebagai pendidik dan pembimbing.
                  Dalam perananya ini guru perlu mengusahakan diri agar dapat melaksanakan semuanya. Ketika perannya sebagai guru ia perlu yang harus dilakukannya, meskipun ketiga bidang ini dapat tumpang tindih sifatnya, tetapi masing-masing mempunyai tekanan perhatian dan pendekatan yang berbeda-beda.

2.4  
Fungsi Kecerdasan Emosi Bagi Guru dan Siswa
                        Sebenarnya berbicara tentang fungsi kecerdasan emosi apabila ditinjau secara umum sudah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, yaitu agar seseorang dapat meraih kesuksesan dalam hidupnya. Walaupun kesuksesan itu sendiri masih dianggap sebagai sesuatu yang belum jelas, apakah kesuksesan dari segi materi atau non materi. Terlepas dari sukses dari segi materi atau non materi tersebut, disini peneliti akan mencoba menggagas tentang fungsi kecerdasan emosi bagi guru dan siswa dalam berbagai aspek, agar pendidikan memperoleh hasil yang maksimal.
                        Bertolak dari pemikiran seperti di atas, kesuksesan bagi seorang siswa di sekolah seringkali diasumsikan sebagai yang berhasil dalam prestasi akademiknya. Sehingga sangatlah wajar apabila dari siswa yang memiliki intelegensi yang tinggi diharapkan dapat diperoleh prestasi belajar yang   tinggi pula. Untuk membahas kesuksesan siswa dengan menekankan kecerdasan emosi ini, peneliti akan melihat dulu pada apa yang dikatakan Gardner mengenai berbagi kecerdasan yang sebenarnya dimiliki anak.
2.5    Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Siswa
Tingkat kecerdasan seseorang berbeda-beda karena dalam perkembangan kecerdasan ada beberapa faktor-faktor kecerdasan tersebut adalah sebagai berikut :
·         Faktor Bawaan

Dimana faktor ini ditentukan oleh sifat yang dibawa sejak lahir. Batas kesanggupan atau kecakapan seseorang dalam memecahkan masalah, antara lain ditentukan oleh faktor bawaan. Oleh karena itu, di dalam satu kelas dapat dijumpai anak yang bodoh, agak pintar, dan pintar sekali, meskipun mereka menerima pelajaran dan pelatihan yang sama.

·         Faktor Minat dan Bawaan yang Khas
Dimana minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan atau motif yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar, sehingga apa yang diminati oleh manusia dapat memberikan dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.
·         Faktor Pembentukan
Dimana pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelengensi. Di sini dapat dibedakan antara pembentukan yang direncanakan, seperti dilakukan di sekolah atau pembentukan yang tidak direncanakan, misalnya pengaruh alam sekitarnya.
·         Faktor Kematangan
Dimana organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Setiap organ manusia baik fisik maupun psikis, dapat dikatakan telah matang, jika ia telah tumbuh atau berkembang hingga mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing.
Oleh karena itu, tidak diherankan bila anak-anak belulm mampu mengerjakan atau memecahkan soal-soal matematika di kelas empat sekolah dasar, karena soal-soal itu masih terlampau sukar bagi anak.

BAB III
PENUTUP

3.1   Kesimpulan
                  Mengembangkan kecerdasan dan kreativitas Menyadari akan arti pentingnya guru untuk mengembangka kecerdasan dan kreativitas siswanya, maka sebagai calon guru kita dianjurkan untuk meluangkan waktu secara teratur bagi siswa-siswi kita untuk mengembangkan kemampuan bahasa misalnya, biasakan agar guru rajin menjalin percakapan atau komunikasi kepada peserta didik, siapa pun dia tanpa memandang suku,jenis kelamin ,dll.. Sementara untuk memuaskan kebutuhan ilmiahnya, mereka bisa diajak menjelajahi dunianya dengan cara melakukan eksperimen. Kaitkan semua kegiatan diatas sebagai suatu aktivitas yang menyenangkan dan selalu ditunggu oleh siswa. Ini adalah hal-hal yang merangsang pengembangan kecerdasan siswa
3.2   Saran.
                        sDari makalah “Mengoptimalkan Kecerdasan Anak Sejak Dini” semoga dapat diambil manfaat untuk penulis dan pembaca. Semoga pembaca dapat mengambil beberapa hal-hal yang penting dalammengoptimalkan kecerdasan kepada anak. Dari pembahasan ini pula penulis mengalami banyak kendala. Maka banyak kesalahan oleh penulis. Oleh karena itu penulis membutuhkan saran dari pembaca untuk menyempurnakan makalah ini.

Kecerdasan emosi dapat dipelajari, seperti yang diketahui setiap aktor, ekspresi wajah dan bahasa tubuh yang menggambarkan setiap emosi dapat dipalsukan. Namun, respons emosi itu sendiri biasanya tidak dapat dikendalikan oleh orang yang mengalaminya,by Kalys NaguL

Daftar Isi

·         Emotional Intellegence, Buku karangan golmen.
·         Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan siswa, (Jakarta: Erlangga, 1997), hlm.210)
·         Kartini Kartono, Bimbingan dan Dasar-Dasar Pelaksanaannya, (Jakarta: Rajawali, 1985), hlm.17) 
·         Nyimas Aisyah, dkk, strategi megubah kecedasan.
·         Cerpen tentang kecerdasan, Daniel,jb.

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget